Al-Jahiz, Ilmuwan Biologi Muslim Pencetus Teori 'Struggle for Existence'
Berangkat dari sebuah kecemburuan positif -- saya menyebutnya begitu.
Teman-teman saya di jurusan keilmuan lain punya tokoh ilmuwan muslim
yang dapat dijadikan panutan. Mungkin akan sangat familiar bila
mendengar nama-nama ini, serta keahliannya yang paling menonjol.
Matematika punya
al-khawarizmi, Kedokteran punya
ibnu Sina, ilmu filsafat punya
Al-biruni,
Ibnu Khaldun dikenal sebagai bapak sosial politik , astronomi punya
Ibnu al-Shatir, dan bahkan, konsep robotika modern juga ada! Subhanallah..(saya baru nemu,
Al-Jazari namanya).
Kemudian saya mulai mencari, rasanya memang membutuhkan panutan – atau
setidaknya teladan yang baik dan dapat memotivasi saya dalam berprofesi
di kemudian hari. Karena saya percaya, penemuan gemilang di dunia Islam
pada era keemasan terdahulu bukanlah hanya sebuah sejarah, melainkan
suata pijakan yang nantinya akan jadi hal luar biasa bagi kemaslahatan
umat dan membangunkan umat muslim dari tidur dan mimpinya yang terlalu
melenakan.
Sejak zaman kekhalifahan Islam terdahulu, para pemikir dan ilmuwan
muslim banyak berkontribusi bagi majunya keilmuwan di jaman sekarang.
Namun sayangnya, sumbangan peradaban Muslim itu jarang diungkapkan dalam
pelajaran-pelajaran sekolah di Indonesia. Hal itu tentunya membuat
umat muslim jaman sekarang banyak yang tidak tahu, entah
tertutup-tutupi, entah memang tidak tahu.
Nah, buat para bioblogers, jangan khawatir ya, alhamdulillah kita punya sumber inspirasi dan tokoh panutan. Hehe. Al-Jahiz.
========================================================================
Ahli biologi Muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori evolusi adalah
Al-Jahiz (781 M – 869 M).
BIOGRAFI
Nama aslinya
Abu Amr Usman bin Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Bashri,
lebih dikenal dengan nama Al Jahiz ( الجاحظ), adalah seorang ilmuwan
terkenal keturunan Arab Negro dari Timur Afrika, dilahirkan di Basra
pada 781 M - 868 M. Al Jahiz dikenal sebagai penulis untuk : Prosa Arab,
Sastra Arab, Biologi, Zoologi, Sejarah, Filsafat Islam awal, Psikologi
Islam, Teologi (ajaran) Mu'tazilah dan Polemik dalam politik-agama.
Kehidupan awal Al Jahiz tidaklah banyak yang diketahui selain daripada
informasi mengenai keluarganya yang sangat miskin. Al Jahiz pada awalnya
dipekerjakan untuk menjual ikan di sepanjang salah satu kanal air di
Basra untuk membantu keluarganya. Namun, meskipun keuangan keluarganya
sulit tidak menghentikan semangat Al Jahiz untuk mencari pengetahuan
sejak masa mudanya. Cara yang digunakannya untuk mencari Ilmu
Pengetahuan diantaranya dengan rajin berkumpul dengan sekelompok pemuda
di masjid utama Basra yang biasa mendiskusikan berbagai subyek ilmu
pengetahuan. Dia juga rajin mengikuti berbagai kuliah yang dilakukan
dari para ahli filologi, leksikografi, dan puisi.
Selama rentang dua puluh lima tahun melanjutkan studinya, Al Jahiz telah
memperoleh pengetahuan besar tentang puisi Arab, Filologi Arab, sejarah
Arab dan Persia sebelum Islam, dan ia mempelajari Alquran dan Hadis. Ia
juga membaca buku-buku diterjemahkan dari para filsafat Yunani dan
Helenistik, khususnya Aristoteles. Salah satu keberuntungan Al Jahiz
dalam mencari ilmu ialah karena dizaman itu, Khalifah Abbasiyah sedang
dalam fase kebangkitan budaya dan revolusi Intelektualitas, sehingga
pendidikannya sangat difasilitasi diantaranya dengan banyaknya buku yang
tersedia, sehingga belajar segala hal semakin mudah dilakukan.
KARIR AL-JAHIZ
Di Basra, Al-Jahiz menulis artikel tentang institusi kekhalifahan. Hal
ini kemudian menjadi awal karirnya sebagai penulis. Sejak itu, ia telah
menulis dua ratus buku sepanjang hidupnya yang membahas berbagai subyek
termasuk tata bahasa Arab, zoologi, puisi, leksikografi, dan retorika.
Dia menulis sejumlah buku luar biasa, yang dapat bertahan tiga puluh
bertahan (ditinjau dari teknologi penulisan dizaman itu, hal ini
merupakan sesuatu yang sangat fantastis di zamannya).
Pada tahun 816 M, Al Jahiz pindah ke Baghdad yang dikala itu merupakan
ibukota kekhalifahan Islam Arab. hal ini awalnya didasarkan atas
kebijaksanaan Khalifah Abbasiyah yang mengumpulkan para ilmuwan dengan
mendirikan Rumah Kebijaksanaan sebagai pusat penelitian. Setelah ke
Baghdad, Al Jahiz kemudian pindah ke Samara dengan tujuan untuk
mendapatkan pembaca yang lebih banyak dan agar dapat lebih mengembangkan
dirinya. Di Kota inilah sejumlah besar buku-bukunya ditulis. Dikatakan
bahwa Khalifah al-Ma'mun pernah meminta Al Jahiz untuk mengajar
anak-anaknya, tapi kemudian beliau berubah pikiran ketika anak-anaknya
takut akan kerusakan yang terjadi pada matanya (جاحظ العينين), dikatakan
peristiwa inilah yang melatarbelakangi nama julukannya.
STRUGGLE FOR EXISTENCE
Ilmuwan dari abad ke-9 M itu mengungkapkan dampak lingkungan terhadap
kemungkinan seekor binatang untuk tetap bertahan hidup atau survive.
Sejarah peradaban Islam mencatat, Al-Jahiz sebagai ahli biologi pertama
yang mengungkapkan teori berjuang untuk tetap hidup alias struggle for
existence. Untuk dapat bertahan hidup, papar dia, mahluk hidup harus
berjuang.
Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, semua pelajar di
Indonesia telah diperkenalkan dengan rantai makanan saat belajar
biologi. Namun, tahukah Anda bahwa ilmuwan pertama yang mengungkapkan
teori tentang rantai makanan itu adalah Al-Jahiz – ahli biologi Muslim?
Teramat banyak, pencapaian yang dihasilkan para sarjana Muslim yang
disembunyikan oleh peradaban Barat.
Al-Jahiz juga merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Dia
berpendapat bahwa lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik
penghuni sebuah komunitas tertentu. Menurut dia, asal muasal beragamnya
warna kulit manusia terjadi akibat hasil dari lingkungan tempat mereka
tinggal.
Al-Jahiz pun tercatat sebagai ahli biologi pertama yang mencatat
perubahan hidup burung melalui migrasi. Tak cuma itu, pada abad ke-9 M.
Al-Jahiz sudah mampu menjelaskan metode memperoleh ammonia dari kotoran
binatang melalui penyulingan. Sosok dan pemikiran Al-Jahiz pun begitu
berpengaruh terhadap ilmuwan Persia, Al-Qazwini, dan ilmuwan Mesir,
Al-Damiri.
Berkat teori-teori yang begitu cemerlang, Al-Jahiz pun dikenal sebagai
ahli biologi terbesar yang pernah lahir di dunia Islam. Ilmuwan yang
amat kesohor di kota Basra, Irak, itu berhasil menuliskan kitab
Al-Hayawan (Buku tentang Hewan). Dalam kitab itu dia menulis tentang
kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang.
KITAB AL-HAYAWAN
Kitab
al-Hayawan adalah sebuah ensiklopedia dari tujuh volume dari tulisan
bebas, penjelasan puitis dan peribahasa menggambarkan lebih dari 350
jenis binatang. Hal ini dianggap sebagai karya paling penting Al Jahiz.
Dalam Kitab Al Hayawan, al-Jahiz adalah orang pertama yang mengeluarkan
ide bahwa habitat hewan mempengaruhi kehidupan dan bentuknya, yang mana
dikemudian hari hal ini menjadi teori dasar dari pembentukan Teori
Evolusi Darwin dan merupakan hal yang tidak dapat dijawab oleh Charles
Darwin). Al-Jahiz menganggap bahwa dampak lingkungan berpengaruh
terhadap kemungkinan seekor binatang untuk bertahan hidup, dan hal
pertama yang dilakukan ialah menggambarkan perjuangan untuk
keeksistensiannya dari keberlangsungan seleksi alam semenjak nenek
moyang hewan tersebut. Kesimpulan dari teori Al Jahiz tentang perjuangan
untuk eksistensi dalam Kitab Al Hayawan telah diringkas sebagai
berikut:
"Hewan harus berjuang untuk eksistensinya (jenisnya), untuk
sumber daya yang tersisa, untuk menghindari dimakan dan untuk berkembang
biak. Faktor lingkungan turut mempengaruhi suatu organisme untuk
mengembangkan karakteristik baru untuk memastikan kelangsungan hidup
jenisnya akan berubah menjadi spesiaes yang baru. Hewan yang bertahan
akan berkembang biak dan mewariskan karakteristik (hasil perjuangan)
mereka kepada keturunan. " (Gary Dargan, Intelligent Design, Encounter,
ABC)
Al-Jahiz juga yang pertama untuk membahas tentang rantai makanan, dan
menulis contoh berikut dari rantai makanan: (Frank N. Egerton, "Sejarah
dari Ilmu Ekologi, Bagian 6: Ilmu Bahasa Arab - Asal-Usul dan" Zoologi,
Buletin Ecological Society of America, 2002 April: 142-146 [143] )
"Nyamuk akan pergi mencari makanan mereka, yang mereka tahu
secara naluri alamiah (insting) bahwa darah adalah hal yang membuat
mereka tetap hidup. Begitu mereka melihat gajah, kuda nil atau hewan
lain, mereka tahu bahwa kulit telah dibentuk untuk melayani mereka
sebagai makanan, dan jatuh di atasnya, mereka menusukan giginya sampai
dia yakin bahwa kedalamannya telah cukup untuk menghisap darah. Begitu
juga lalat, walaupun mereka hinggap pada berbagai jenis makanan, namaun
pada prinsipnya melakukan hal yang sama dengan nyamuk. Dan pada
kesimpulannya, semua hewan tidak bisa bertahan tanpa makanan, ada yang
dengan berburu hewan dan ada yang diburu. "
Pada abad ke-11, al-Khatib al-Baghdadi menuduh Al-Jahiz telah menjiplak
beberapa bagian dari Kitab Hewan karya Aristoteles, (Peters, F. E.,
Aristotle and the Arabs: The Aristotelian Tradition in Islam , New York
University Press, NY, 1968.) tapi para ahli modern telah menemukan bahwa
pengaruh Aristoteles sedikit sekali dalam hasil karya Al Jahiz
(al-Baghdadi mungkin tidak begitu memahami dengan karya Aristoteles
secara mendalam) pada subjek. (Aristotle and the Arabs: The Aristotelian
Tradition in Islam by FE Peters", Bulletin of the School of Oriental
and African Studies, University of London 34 (1), p.). Secara khusus,
bahkan dikatakan bahwa Aristoteles tidak memilki pengaruh apapun dalam
teori yang dikemukan Al Jahiz Ide mengenai seleksi alam, determinisme
lingkungan dan rantai makanan.
Ahli biologi Muslim lainnya yang mengkaji tentang evolusi adalah
Al-Mashudi.
Buah pikirnya dituangkan dalam kitab Al-Tanbih wal Ishraq. Selain itu,
ilmuwan lainnya yang mengungkapkan teori evolusi bernama
Ibnu Masikawaih.
Dalam kitabnya The Epistles of Ikhwan Al-Safa, dia mengungkapkan tentang
bagaimana species berkembang ke dalam sapa, kemudian air, mineral,
tanaman, hewan, dan seterusnya. Hasil karya Ibnu Masikawaih itu begitu
populer di benua Eropa. Malah, terori evolusi itu telah memberi banyak
pengaruh kepada Darwinisme.